Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Istilah Wajib Pajak sudah sering kali terdengar dalam dunia perpajakan Indonesia. Akan tetapi, sebagian besar orang mengartikan Wajib Pajak sebagai orang yang sudah memiliki NPWP dan wajib untuk melakukan pembayaran pajak. Untuk memahami perihal wajib pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan berikut ini akan dibahas pengertian, persyaratan, hak dan kewajiban wajib pajak.
Pengertian Wajib Pajak
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah beberapa kali dilakukan perubahan dan yang terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 (UU KUP) disebutkan bahwa Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dengan demikian, penjelasan lebih lanjut mengenai Wajib Pajak dijelaskan lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 (UU PPh) adalah sebagai berikut.
Wajib Pajak Orang Pribadi
- Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan dari usaha, contoh : pengusaha toko, pengusaha cafe, pengusaha bengkel dan lain-lain.
- Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan dari pekerjaan bebas, contohnya dokter, notaris, arsitek, artis, dan lain-lain.
- Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan dari pekerjaan, contoh : PNS, Anggota TNI/Polri, Pegawai Swasta, Pegawai BUMN, dan lian-lain.
Wajib Pajak Badan
- Badan milik Pemerintah (BUMN dan BUMD)
- Badan milik Swasta (PT, CV, Koperasi, Lembaga dan Yayasan)
Wajib Pajak Bendahara sebagai pemungut dan pemotong pajak
- Bendahara Pemerintah Pusat
- Bendahara Pemerintah Daerah
- Bendahara Pemerintah Desa (Bendahara Desa).
- Badan Layanan Umum (BLU).
- Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan disebutkan bahwa Wajib Pajak itu adalah orang pribadi atau badan yang memenuhi (tatbestand) definisi sebagai subjek pajak dan menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak. Dengan kata lain dua unsur yang harus dipenuhi untuk menjadi Wajib Pajak adalah Subjek Pajak dan Objek Pajak. Maka tidak ada aturan yang menyatakan bahwa wajib pajak adalah orang yang sudah memiliki NPWP dan wajib untuk membayar pajak, karena pengertian yang terkandung di dalam pasal di atas menyatakan bahwa orang yang belum memiliki NPWP pun dapat dikategorikan sebagai Wajib Pajak apabila benar-benar sudah mempunyai hak dan kewajiban perpajakan.
Peryaratan Menjadi Wajib Pajak
Dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (untuk selanjutnya disebut UU KUP) tepatnya di penjelasan Pasal 2 ayat 1 disebutkan persyaratan menjadi wajib pajak sebagai berikut.
- Persyaratan Subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
- Persyaratan Objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
Subjek Pajak
Subjek Pajak merupakan orang pribadi maupun badan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Satu hal penting lainnya, hak dan kewajiban yang dimiliki oleh setiap subyek pajak berbeda-beda satu sama lain. Atau secara sederhana subjek pajak bisa disebut siapa yang berpotensi dikenakan pajak. Bahkan kenyataannya, tidak seluruh subyek pajak memiliki kewajiban perpajakan seperti halnya membayar dan melaporkan pajak pada umumnya.
Yang menjadi Subjek Pajak adalah:
- orang pribadi;
- warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
- badan;
- Bentuk Usaha Tetap (BUT).Kemudian subjek pajak tersebut digolongkan kembali menjadi Subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Berikut ini pembahasan untuk masing-masing subjek pajak tersebut.
Subjek pajak diklasifikasikan menjadi dua, yaitu Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Neger. Berikut ini penjelasannya.
A. Subjek Pajak Dalam Negeri
Yang termasuk dalam subjek pajak dalam negeri adalah sebagai berikut.
- Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia; berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; atau berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia dalam suatu tahun pajak.
- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan adalah harta warisan dari pewaris yang harus dibayarkan terlebih dahulu oleh ahli waris sebelum mereka membagi-baginya. Kewajiban pajak bagi ahli waris dimulai saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut dan berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi.
- Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Kecuali unit tertentu dari badan pemerintah dengan kriteria:
- pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
- pembiayaannya bersumber dari APBN/APBD;
- penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; dan
- pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
B. Subjek Pajak Luar Negeri
Kriteria subjek pajak luar negeri adalah lawan dari subjek pajak dalam negeri. Contohnya sebagai berikut.
- Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia; dan
- Badan yang tidak berdomisili atau tidak didirikan di Indonesia yang menjalankan kegiatannya dengan melalui suatu Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha pribadi dari orang yang tidak bertempat tinggal di Indonesia seperti WNA atau WNI belum lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan berada di Indonesia, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. BUT dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung, pabrik, bengkel, gudang, dan lain-lain. Jadi BUT (Bentuk Usaha Tetap) adalah semacam cabang atau perwakilan perusahaan dari luar negeri yang didirikan di Indonesia.
Perbedaan yang penting antara subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain:
- Subjek pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan subjek pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
- Subjek pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum. Sedangkan subjek pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan alias tarif tunggal terhadap semua objek pajak berapa pun nilainya.
- Subjek pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT ) Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak. Sedangkan subjek pajak luar negeri tidak menyampaikan SPT Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
Objek Pajak
Objek pajak merupakan suatu objek yang dapat berupa barang, kegiatan atau peristiwa yang menjadi sasaran dalam pajak yang akan dikenakan wajib pajak. Objek pajak diklasifikasikan menjadi:
- Objek Pajak berupa Kekayaan, yaitu harta yang dimiliki seseorang dapat berupa harta berwujud, tak berwujud, bergerak dan tak gerak dengan ukuran harta tersebut mempunyai nilai sosial dan nilai ekonomis. Nilai Sosial yang dimaksud adalah kekayaan itu mempunyai nilai dalam kehidupan masyarakat. Harta mempunyai fungsi sosial berarti harta tersebut diperlukan dalam kehidupan sosial. Sedangkan nilai ekonomis yaitu harta tersebut dapat dinilai dengan uang.
- Objek Pajak berupa penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
- Objek Pajak berupa Kegiatan dalam Lalu lintas Hukum, objek pajak ini berupa suatu peristiwa yang menimbulkan adanya transaksi/ tukar menukar barang / jasa kena pajak.
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Sebagai warga negara yang taat pajak, wajib pajak memiliki hak dan kewajiban yang perlu dipatuhi. Keduanya telah diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Mengacu dari undang-undang yang sama, pada pasal 1 ayat 2 dijelaskan kalau wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Jadi, siapapun, baik yang sudah memiliki NPWP atau belum, sudah termasuk ke dalam wajib pajak jika sudah mempunyai hak dan kewajiban perpajakan. Berikut ini pembahasan apa saja yang menjadi hak dan kewajiban wajib pajak.
Hak Wajib Pajak
Hak wajib pajak disebutkan secara jelas dalam undang-undang, yaitu:
1. Hak atas Kelebihan Pembayaran Pajak.
Ketika besaran pajak terutang yang dibayar atau dipotong atau dipungut ternyata lebih kecil daripada jumlah kredit pajak, wajib pajak berhak menerima kembali kelebihan tersebut. Secara sederhana wajib pajak berhak menerima kembali kelebihan bayar ketika membayar pajak lebih banyak daripada jumlah yang sebenarnya. Apabila wajib pajak termasuk dalam kriteria wajib pajak patuh, pengembalian ini dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Jika Ditjen Pajak terlambat mengembalikan kelebihan bayar pajak, wajib pajak berhak menerima bunga sebesar 2% per bulan dengan maksimum 24 bulan.
2. Hak dalam Hal Wajib Pajak Dilakukan Pemeriksaan.
Berdasarkan ruang lingkupnya, jenis pemeriksaan terbagi menjadi dua jenis, yaitu pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan. Pemeriksaan kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan, terhitung dari tanggal wajib pajak memenuhi surat panggilan untuk melakukan pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan. Sedangkan pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 8 (delapan) bulan, terhitung sejak tanggal surat perintah pemeriksaan sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan. Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak pada wajib pajak, wajib pajak berhak untuk:
- Meminta Surat Perintah Pemeriksaan.
- Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa .
- Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan.
- Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT.
- Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan
3. Hak untuk Mengajukan Keberatan, Banding dan Peninjauan Kembali.
Setelah dilakukan pemeriksaan, umumnya akan terbit suatu surat ketetapan pajak yang menunjukkan kalau wajib pajak kurang bayar, lebih bayar, atau nihil perpajakannya. Jika wajib pajak tidak sependapat dengan surat tersebut, dapat mengajukan keberatan. Lalu bila belum puas dengan keputusan keberatan, selanjutnya wajib pajak dapat mengajukan banding. Langkah terakhir dalam sengketa pajak, wajib pajak dapat mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
4. Hak kerahasiaan.
Wajib pajak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan kerahasiaan atas semua informasi yang disampaikan kepada Ditjen Pajak dalam melaksanakan kegiatan perpajakan. Di sisi lain, pihak yang bertugas di bidang perpajakan dilarang untuk mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak. Kerahasiaan wajib pajak yang dilindungi adalah:
(a) Surat Pemberitahuan,
(b) Laporan keuangan, dan
(c) Dokumen lainnya yang dilaporkan wajib pajak.
(d) Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia.
(e) Dokumen atau rahasia wajib pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan
5. Hak untuk Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran.
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak dalam kondisi tertentu.
6. Hak untuk Penundaan Pelaporan SPT Tahunan.
Wajib pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi maupun PPh Badan dengan alasan tertentu.
7. Hak untuk Pengurangan PPh Pasal 25.
PPh Pasal 25 adalah pajak yang dibayar secara angsuran dengan tujuan untuk meringankan beban wajib pajak, mengingat pajak terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Dalam undang-undang ketentuan umum perpajakan, wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan permohonan pengurangan besaran angsuran PPh Pasal 25 dengan alasan tertentu.
8. Hak untuk Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Karena kondisi atau sebab tertentu, seperti rusaknya bumi dan bangunan yang terkena bencana alam, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak terutang PBB. Wajib pajak yang merupakan anggota veteran pejuang dan pembela kemerdekaan juga dapat mengajukan pengurangan PBB.
9. Hak untuk Pembebasan Pajak.
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan dengan alasan tertentu.
10. Hak Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.
Wajib pajak yang termasuk ke dalam wajib pajak patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh terhitung sejak tanggal permohonan.
11. Hak untuk Mendapatkan Pajak Ditanggung Pemerintah.
Untuk pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, PPh terutang atas penghasilan yang diterima kontraktor, konsultan, dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.
12. Hak untuk Mendapatkan Insentif Perpajakan.
Dalam lingkup PPN, Barang Kena Pajak (BKP) atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN. BKP tersebut di antaranya kereta api, pesawat udara, kapal laut, buku-buku, perlengkapan TNI/Polri yang diimpor maupun yang diserahkan di area pabean oleh wajib pajak tertentu. Fasilitas PPN tidak dipungut ini turut diberikan pada perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu, seperti kawasan berikat, di antaranya atas impor dan perolehan bahan baku.
Kewajiban Wajib Pajak
Selain hak, ada kewajiban yang harus dipatuhi oleh wajib pajak, di antaranya:
1. Kewajiban Mendaftarkan Diri
Wajib pajak harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di kantor pajak pratama (KPP) atau kantor pelayanan, penyuluhan dan konsultasi perpajakan (KP2KP). Saat ini, pendaftarakan NPWP juga dapat dilakukan melalui online.
Wajib pajak yang merupakan pengusaha, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh KPP atau KP2KP setelah memenuhi persyaratan tertentu, di antaranya pengusaha orang pribad atau badan melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak dengan jumlah omzet melebihi Rp4.800.000.000 dalam setahun. Jika tidak memenuhi syarat tersebut, tetap dapat melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Setelah dikukuhkan sebagai PKP, maka wajib untuk memungut pajak pertambahan nilai (PPN) dari setiap pembeli/pengguna jasanya dengan menerbitkan faktur pajak. PPN tersebut kemudian dilaporkan dalam SPT Masa. Jika ada yang harus disetorkan, wajib pajak perlu menyetorkan PPN itu ke KPP tempat mendaftar, atau bisa secara online.
2. Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan Pajak
Sesuai dengan sistem self assessment, wajib pajak harus melakukan penghitungan, pembayaran dan pelaporan pajak terutangnya sendiri.
3. Kewajiban dalam Hal Diperiksa
Ditjen Pajak dapat melakukan pemeriksaan pada wajib pajak untuk menguji kepatuhannya dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap wajib pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Kewajiban yang diperiksa di antaranya:
- Memenuhi panggilan untuk menghadiri Pemeriksaan sesuai waktu yang ditentukan, khususnya jenis Pemeriksaan Kantor.
- Menunjukkan atau meminjamkan seluruh data yang menjadi dasar serta berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak. Untuk jenis Pemeriksaan Lapangan, wajib pajak harus memberikan akses untuk melihat dan menyimpan data.
- Memberikan izin untuk memasuki tempat atau ruang yang dianggap perlu serta memberi bantuan untuk memperlancar proses pemeriksaan.
- Menyampaikan tanggapan secara tertulis atau surat pemberitahuan hasil pemeriksaan.
- Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik, khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor.
- Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.
4. Kewajiban Memberi Data
Data di sini adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar Ditjen Pajak.
Kewajiban ini tidak hanya dipatuhi oleh wajib pajak, tetapi juga oleh setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain. Jika sengaja tidak memenuhi kewajiban ini, wajib pajak akan terkena pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000.
0 Response to "Hak dan Kewajiban Wajib Pajak"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.